“Singa Putih Abu Abu”

singa.

 

 

 

 

 

 

 

 

“Singa Putih Abu Abu“ Cerita ini di balur dengan bentuk narasi sugestif, suatu narasi yang berusaha untuk memberikan maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah olah melihat. Menurut Atar Semi (2003:31) sebuah narasi yang terdiri dari; bentuk cerita tentang kejadian atau pengalaman penulis, peristiwa yang disajikan dalam bentuk peristiwa yang sebenarnya terjadi, bisa imajinasi belaka atau kombinasi keduanya, konfiks berbasis, memiliki nilai estitika, dan menekankan susunan kronologis.

“Singa Putih Abu Abu” adalah penokohan dari seorang bapak guru yang bernama Nanang Haitami, S.Ag.MM. salah satu dari guru guru hebat yang ada di SMAN-1 Danau Sembuluh. Keistimewaan  bapak Nanang Haitami, S.Ag.MM, adalah mampu membentuk karakter peserta didik melalui “Spiritual Akhlak” yang di gagasnya.

Berikut bagian dari beberapa cerita “Singa Putih Abu Abu”

 

Masa Lalu

Haitami ketika masa kecilnya, adalah anak laki laki yang suka berkelahi dengan teman teman sebayanya. Ia tinggal bersama sembilan orang saudara kandung, Dan kedua orang tuanya di Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan. Ketika di usia kecil itu. Haitami di sekolahnya selalu meraih juara kelas, sehingga ayah sendiri sering berkata “Kamu ini nakal, tapi pintar?, selalu juara kelas sampai sekarang kamu kelas enam?”. Kata Ayahnya memuji Haitami.

Ketika beranjak menjadi sosok remaja Haitami melanjutkan pendidikannya di sebuah pondok Pesantren Al-Falah Putra di Banjarbaru. Ketika masuk pondok ini. Ia pun mempunyai satu kebiasaan, yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Namun karena keinginannya yang kuat, ia pun melakukannya. Ia membeli sebuah radio kecil, bahkan karena kecilnya, suara radio itu harus di tempelkan di telinga untuk bisa mendengar suaranya.

Disaat ada razia oleh para guru di pondok itu, radio yang di bawa oleh Haitami, selalu lolos dari tangkapan. Karena radionya itu selalu di sembunyikannya, di dalam jok tempat duduknya sendiri. Ia pun dapat dengan leluasa, mendengarkan siaran siaran dari radio kesayangannya itu. Suatu ketika. Ketika ia sedang ingin mendengarkan siaran radio. Ia pun mengambil radionya dari balik jok tempat duduknya. Radio itu lalu di hidupkannya, dan kemudian menempelkan radio itu ke telinganya. Untuk sesaat ia dapat mendengar suara radio itu dengan nyaman.

Namun selang beberapa waktu kemudian. Ia merasakan seperti ada yang mengigit gigit di telinganya itu. Untuk sesaat di abaikannya rasa itu. Tapi yang mengigit itu kembali melakukan aksinya berulang ulang. Hingga akhirnya Haitami membuka penutup radio itu. Ia terkejut, ternyata radio kecilnya sudah tempat bersarang kutu busuk. Ternyata mahluk itulah yang menggigit telinganya berulang ulang.

Ia pun membersihkan radionya dari semua kutu busuk itu. Dan dapat kembali mendengarkan siaran radio dengan nyaman. Seiring dengan waktu di pondok. Suatu ketika ia mulai berpikir. Bagaimana caranya supaya bisa jalan jalan di luar pondok dengan santai. Sebab, aturan di pondok, tidak memperbolehkan para santrinya untuk keluar pondok. Jika hanya untuk kepentingan yang tidak penting. Ada beberapa teman temannya, berusaha keluar dari pondok diam diam. Tetapi ketahuan juga, dan menerima sanksi dari para guru di pondok itu. Ada yang rambutnya di gunduli. Agar para santri itu tidak lagi melakukan kenakalannya itu,

Haitami berpikir, jika ia keluar dengan diam diam, maka nasibnya pasti akan sama seperti teman temannya itu. Ia pun mencari ide. Setelah cukup lama ia berpikir. Akhirnya ia menemukan cara yang aman. Suatu hari, Haitami bertemu dengan gurunya dan mengutarakan maksudnya itu. “Assalamualaikum ustad?”. Kata Haitami. “Alaikumsalam?. Ada apa Nanang Haitami?”. Balas gurunya itu. “Begini ustad, saya ada keinginan? Untuk mendaftarkan diri mengikuti kursus Bahasa Inggris di luar pondok?”. Kata Haitami. “Oh, bagus itu?, kapan kamu mau daftarnya?. Terus jadwalnya hari apa saja?”. Kata Gurunya lagi.

“Rencana sore ini Ustad, saya mau daftar? Untuk jadwal kursusnya? Hari sabtu dan minggu?”. Kata Haitami. “Oh ya, bolehlah kalau begitu? Kamu boleh ijin mendaftar sore ini, nanti kalau sudah selesai, saya minta jadwalnya ya?”. Kata Gurunya itu. “Baik ustad,  Assalamualaikum ustad?”. Kata Haitami dengan hati gembira.

Sore itu, Haitami di ijinkan keluar pondok untuk mendaftar kursus, setelah menyelesaikan semua adminitrasi kursusnya, ia pun kembali ke pondok dan menyerahkan jadwal yang di minta oleh gurunya itu. Akhirnya Haitami pun bisa menikmati suasana luar pondok. Setiap menyelesaikan kursus hari sabtu dan minggu. Ia menyempatkan diri jalan jalan menikmati suasana di luar pondok. Tidak seperti yang di lakukan oleh teman temannya. Yang berani keluar pondok dengan diam diam.

Waktu terus bergulir, hingga Haitami pun dapat menyelesaikan pendidikannya di pondok Al-Falah dengan baik. Setelah lulus dari pondok, ia kemudian melanjutkan studinya di IAIN Banjarmasin, mengambil Fakultas tarbiyah. Ketika sudah memasuki tahap tahap kuliah perdana. Ia merasa terkejut, karena di Fakultas yang di ambilnya, sebagian besar di kelas itu adalah teman temannya ketika di pondok Al-Falah dulu. Dalam hatinya ia bertanya. “Kalau begini, masa teman teman saya yang itu itu juga?, nggak ada teman teman baru, kalau begini?”. Katanya dalam hati.

Ia pun memberanikan diri menghadap Dekan Fakultas Tarbiyah saat itu. Ketika perkuliahan perdana selesai. “Assalamualaikum pa Dekan?”. Kata Haitami. “Alaikumsalam?. Ada apa?”. Kata Dekan itu. “Begini pak, saya mau mengusulkan diri pindah Fakultas?”. Kata Haitami. “Lho, inikan sudah dimulai perkuliahan, kenapa baru sekarang mau pindah?”. Kata Dekan. “Maaf pak, saya mau pindah? Karena di dalam kelas itu? semuanya teman teman saya waktu di Al-Falah dulu, saya mau cari teman baru pak?, kalau saya di sini terus, tidak ada perkembangan pak”. Kata Haitami berusaha menjelaskan keinginannya pindah Fakultas.

“Baiklah kalau begitu, tetapi kamu harus menghadap Rektor, menyampaikan alasan kamu pindah Fakultas, saya memberikan rekomendasi saja ya?”. Kata Dekan itu lagi. Akhirnya Haitami mencoba menemui Rektor IAIN hari itu juga. Karena keinginan hati yang begitu kuat. Ia pun tidak ragu lagi menghadap Rektor. Ia pun menyadari kalau, baru saat itu. Mahasiswa baru menghadap Rektor. Di dalam ruang kerja Rektor, ia pun menyampaikan alasan yang sama, ketika ia menghadap Dekan Fakultas Tarbiyah saat itu.  

Akhirnya, Rektorpun memberikan rekomendasi kepada Haitami pindah Fakultas. Ia pun terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Syariah dengan nomor induk mahasiswa paling terakhir di Fakultas itu. Haitami tergolong mahasiswa yang cukup berani untuk ukuran mahasiswa baru saat itu. Sebelumnya, ketika masih calon mahasiswa baru di Fakultas Tarbiyah, disaat sedang berlangsung Orientasi Pengenalan Kampus atau biasa di singkat OSPEK. Haitami sempat berulah.

Ketika itu, ia dan temannya yang bernama Saukani, hampir setiap mereka selalu di kerjain oleh kaka tingkatnya. Dengan alasan kesalahan yang macam macam. Mereka pun berencana untuk mengerjai para kaka tingkatnya itu. “Eh, Saukani, bagaimana kalau kita kerjain nih kaka tingkat, habisnya, sedikit sedikit kita di salahin terus, salah dasi lah? salah topi lah?, gimana nanti saat kita lari kita pura pura pingsan?”. Kata Haitami. “Oke, aku setuju, kita kerjain kaka tingkat itu”. Sahut Saukani.

Ospek pun berlangsung, ketika tiba saatnya seluruh peserta ospek berlari, mendadak Haitami dan Saukani jatuh pingsan. Para seniornya keget dan bingung, melihat kedua peserta ospek itu jatuh pingsan. Akhirnya keduanya di bawa oleh seniornya ke dalam ruangan untuk di tangani. Mereka berdua di beri obat obat penyegar untuk mengembalikan pingsannya. Rupanya Saukani teman Haitami lebih dahulu sadar, karena tidak kuat mencium bau balsam yang di arahkan ke hidungnya.

Sementara Haitami, masih dengan aktingnya pingsan, walaupun sudah di beri balsam, hingga membuat para seniornya semakin bingung. “Bagaimana ini?, anak ini tidak bangun bangun? Saya kuatir kalau terjadi apa apa?”. Kata kaka tingkatnya itu pada temannya. Dalam kepura puraannya pingsan, Haitami hanya tertawa dalam hati, dengan ekspresi orang yang pingsan. Haitami terus memainkan perannya itu. “Kalau begini, kita bawa saja ke rumah sakit, saya takut kalau terjadi apa apa?”. Kata Penanggung Jawab kegiatan ospek itu.

Akhirnya Haitami di bawa ke rumah sakit saat itu, kabar Haitami masuk rumah sakit pun sampai ke telinga kedua orang tuanya, yang kebetulan saat itu berada di Batu Licin, perjalanan yang sangat jauh menuju Banjarmasin hampir enam jam perjalanan darat. Setibanya di rumah sakit. Haitami kaget melihat kedatangan orang tuanya, scenario yang di buatnya diluar dugaan, karena tidak terbayangkan sampai kedua orang tuanya datang menjenguknya di rumah sakit.

“Sakit apa kamu nak?, apa kata dokter?”. Kata Ayahnya. “Ayah, sebenarnya saya tidak sakit apa apa?”. Sahut Haitami yang nampak serius. “Lho, kalau tidak sakit, kenapa harus di bawa ke rumah sakit?”. Kata sang ayah. “Benar ayah? Saya tidak sakit sama sekali, sebenarnya saya hanya pura pura sakit, soalnya? Saat ospek, saya selalu mendapat hukuman dari senior saya, gara gara salah dasi lah, salah topi lah? jadi saya pura pura pingsan saja, karena pingsan saya lama, saya di bawa ke rumah sakit ini?”. Kata Haitami lagi.

“Aduh, kamu ini Tami, bikin capek kami saja kesini, kamu tahu kan perjalanan dari Batu Licin ke sini berapa jam perjalanan?”. Kata sang Ayah nampak dongkol. “Iya ayah? Saya minta maaf, saya juga tidak mengira, kalau senior senior saya menghubungi kalian, ini di luar scenario saya/”. Kata Haitami nampak menyesal. “Ah, kamu ini suka sekali bikin yang aneh aneh? Ya sudahlah, kamu yakin tidak apa apa? Kalau yakin, biar saya sama ibu kamu kembali ke Batu Licin, banyak pekerjaan yang harus di kerjakan disana?”. Kata Ayahnya lagi. “Iya ayah, saya tidak apa apa?”. Kata Haitami.

Kedua orang tuanya pun meninggalkan Haitami yang nampak masih menikmati actingnya di atas ranjang rumah sakit itu. Hari berganti hari, Haitami menjalankan aktifitasnya sebagai mahasiswa di Fakultas barunya itu, di Fakultas Syairah ia menjadi pengurus koperasi mahasiswa. Kesenangannya pada siaran radio saat di Al-Falah masih terhubung sampai menjadi mahasiswa. Sehingga di koperasi mahasiswa itupun ia menjadi penyiar radio amatir, untuk menghibur para mahasiswa yang sedang rehat dan santai di koperasi mahasiswa.

Sambil memperdengarkan lagu lagu hits saat itu. Haitami menghibur para pengunjung koperasi yang datang berbelanja, menikmati minuman dan makanan. Melalui siaran radio amatir milik koperasi mahasiswa itu. Ia layaknya seperti penyiar radio professional, Menerima request lagu lagu yang di minta putarkan oleh para pengunjung koperasi.

Suatu ketika Haitami kembali melakukan actingnya lagi. Pada saat di adakan pertemuan dengan materi kuliah yang disampaikan oleh seorang dosen di sebuah aula. Mengundang banyak mahasiswa yang datang ke aula saat itu. Tidak terkecuali Haitami, ia berjalan dan duduk paling depan, tepat berhadapan dengan dosen yang akan siap mulai dengan materinya saat itu. Suasana aula ramai oleh para mahasiswa. Sesaat suasana hening. Ketika dosen itu memulai kata kata pembuka. Tiba tiba, Haitami nampak kelojotan di bangku tempat duduknya, seperti orang yang terkena penyakit gila babi atau kejang kejang tidak karuan.

Para mahasiswa yang ada pada histeris semua, nampak sebagaian besar mahasiswi pada takut dan berlari menjauh dari Haitami. Meraka takut tertular dengan penyakit Haitami itu. Kekacauan di aula tidak terhindarkan lagi, untuk sesaat kegiatan itu nampak terganggu. Haitami kemudian di bawa kerumah sakit. Di rumah sakit, dokter mengdianosis Haitami, ada yang menyebutkan kalau ia terkena gejala stroke. Namun bagi Haitami sendiri dia baik baik saja. tidak ada merasa sakit apapun. Seorang temannya bertanya kepada Haitami. “Eh, kamu sebenarnya sakit apa sih?”. Kata temannya itu. “Sebenarnya saya tidak sakit, saya cuma acting saja?”. Kata Haitami. “Hah, gila kamu ya? masa kamu acting?”. Kata temannya itu penasaran. “Iya, saya acting gila babi?”. Kata Haitami santai.

“Sebenarnya, saya itu sakit hati sama dosen itu, soalnya setiap saya mengambil mata kuliah dengan dia, kok saya tidak lulus lulus, makanya tadi? saat dia menyampaikan materi di aula, saya beracting?”. Kata Haitami  “Waduh? parah kamu kawan?, tapi salut juga buat kamu?, sepertinya cuma kamu yang bisa berakting seperti itu?, kalau saya sih,malu?”. Kata temannya itu lagi. “Kamu mau, nanti saya ajarin?”. Kata Haitami santai.

“Akhirnya, Haitami tidak lagi mengambil mata kuliah, dengan dosen itu. Semasa menjadi Mahasiswa di IAIN Banjarmasin. Pernah terjadi suatu kejadian yang tidak di duganya. Waktu itu ketika berangkat hendak kuliah. Dengan menggunakan sepeda motornya. Di sebuah tikungan jalan yang padat. Mendadak motor yang di tungganginya mogok di tengah jalan. Akibatnya pengendara yang berada di belakangnya, menghentikan laju kendaraannya tiba tiba. Tak ayal lagi, pengedara yang berada di urutan belakang, saling bertabrakan. Masing masing pengemudi menyalahkan pengemudi lainnya.

Suasana nampak gaduh. Haitami saat itu langsung didatangi polisi, dan di bawa ke kantor beserta kendaraan yang dipakainya tadi, karena mogok, motor itu dibawa di atas kendaraan patroli. Merasa bukan kesengajaannya ia pun menyampaikan argumennya kepada polantas itu. “Pak polisi, apa salah saya? saya merasa tidak bersalah?”. Kata Haitami. “Kamu jadi saksi?”. Kata polisi itu. “Pak? saya ini buru buru mau kuliah, tiba tiba motor saya mogok, ini tidak ada unsure kesengajaan, bapak lihat sendiri keadaannya?”. Kata Haitami. “Benar kamu mau kuliah?”. Jawab Polisi itu nampak tidak percaya. “Benar pak?, kalau tidak percaya? Ini telpon saja dosennya?”. Kata Haitami, sambil menyerahkan ponselnya.

Polisi itu kemudian menghubungi dosen yang di maksud oleh Haitami. “Halo, ini betul pak Gazali?”. Kata polisi itu, “Iya betul, saya Gazali?”. Kata dosen Haitami. “Pak, ini ada Nanang Haitami, ada di kantor polisi, benar dia mahasiswa IAIN?”. Kata polisi itu. “Iya, betul pak ia mahasiswa kami?”. Kata dosennya lagi. Saat itu Haitami mendengar pembicaraan polisi itu dengan dosennya. “Tuh kan, saya nggak bohong?”. Kata Haitami.

Dengan melalui proses yang tidak panjang, dan karena tidak ada unsure kesengajaan, akhirnya Haitami di bebaskan dan  diperbolehkan pulang, Kejadian yang dialaminya itu tidak di beritahukannya kepada orang tuanya di Batu Licin. Hampir empat tahun Haitami menjadi mahasiswa di IAIN Banjarmasin. Dalam kisah cinta sebagai seorang laki laki. Haitami pernah menjalani hubungan cinta dengan sesorang mahasiswi. Namun tidak berjalan baik. Dan memang jodoh itu Tuhan yang mengaturnya. Biarpun lama menjalin kisah cinta, bukan berarti itulah yang menjadi pasangan di pelaminan.

Setelah selesai kuliah, Haitami merantau ke Propinsi Kalimantan Timur, untuk membuang masa gundah gulananya dengan bekerja pada sebuah perusahaan kayu. Hatinya hancur, karena kekasihnya di jodohkan oleh orang tuanya dengan laki laki lain yang menjadi pilihan orang tuanya itu. Namun, satu tahun setelah bekerja di perusahaan kayu itu, ia kembali ke Banjarmasin. Pada saat itu ada penerimaan di Departemen Agama. Tanpa sengaja, ia berkenalan dengan seorang wanita yang bernama Siti Rahmah, yang saat itu juga ikut tes Depag.

Awal pertemuan yang tidak terduga itu, berlanjut di pertemuan yang tidak di rencanakan. Yah? Semuanya Tuhan yang mengatur. Suatu ketika. Disaat pengumuman hasil tes. Tanpa sengaja, Haitami bertemu lagi dengan wanita itu. dan sama sama melihat hasil pengumuman, kalau mereka berdua tidak lulus tes. Dengan memberanikan diri Haitami mengajak jalan wanita itu. “Bagaimana kalau kita berdua jalan jalan saja, kita makan soto banjar?”. Kata Haitami mengajak wanita itu.

Merekapun mampir di sebuah warung makan, di situ Haitami memberanikan diri mengungkapkan perasaannya. “Eh, kita berdua kan sama sama tidak lulus, bagaimana kalau kita nikah saja?”. Kata Haitami dengan rasa percaya diri. Rupanya gayung bersambut, wanita itu pun menyampaikan kata katanya. “Kalau kamu serius, datang saja ke rumah?”. Balas wanita itu. Haitami bukanlah laki laki yang pembual. Suatu hari ia pun datang kerumah wanita itu seorang diri. Disaat itulah, ia langsung melamar wanita itu. Dan hasilnya, orang tua wanita itu merestui asalkan Haitami datang dengan orang tuanya, untuk melamar anaknya.

Tanpa menunggu waktu yang panjang. Haitami pun datang dengan kedua orang tuanya, melamar wanita itu. Setelah menentukan tanggal pernikahan, akhirnya mereka menikah di bulan itu juga. Inilah rencana Tuhan, walaupun menjalin hubungan cinta bertahun tahun, belum tentu akan menjadi pasangan hidup. Namun biarpun dalam sebulan atau satu minggu, jika Tuhan berkehendak. Maka  bisa terjadi.

Mulailah Haitami dengan pasangannya menjalani biduk rumah tangga, perjalanan hidup pun dimulai, kalau dulu hanya memenuhi kebutuhan sendiri. Sekarang Haitami, menghidupi keluarga kecilnya, satu tahun berselang. Ia pun di karuniai seorang putri. Dengan keinginan yang kuat. Ia dan keluarga kecilnya pergi merantau ke sebuah Desa kecil di Desa Sembuluh, yang berada di Kabupaten Seruyan Propinsi Kalimantan Tengah, bersama dengan istri dan anaknya memulai kehidupan baru.

to be contiuned

Check Also

SISWA BAWA TROPHY, GURU LANJUT DIOBSERVASI

by.silpanus, Danau Sembuluh, Maret 2024 SISWA BAWA TROPHY, GURU LANJUT DIOBSERVASI Giat belajar di lingkungan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *